Oleh: Agus Rojak Samsudin
Senin, 15 Desember 2025, menjadi momentum bersejarah bagi Institut Agama Islam Al-Zaytun Indonesia (IAI AL-AZIS). Dalam perhelatan Wisuda ke-6 yang berlangsung khidmat, Grand Chancellor IAI AL-AZIS, Assyaykh Dr. (Cand.) A.S. Panji Gumilang, M.P., menyampaikan orasi ilmiah yang tidak sekadar berisi petuah seremonial, melainkan sebuah peta jalan (roadmap) komprehensif menuju Indonesia Emas 2045.
Di hadapan Senat Terbuka, wisudawan, dan tamu undangan, beliau membentangkan gagasan besar bertajuk "Gagasan Membangun Indonesia dengan Kekuatan SDM dan SDA secara Terpadu Menuju Indonesia Emas 2045." Orasi ini menjadi peletak dasar filosofis baru bagi arah pendidikan di IAI AL-AZIS, khususnya relevansinya bagi pengembangan Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (HES).
1. Wisudawan sebagai "Saudara Seperjuangan", Bukan Bawahan
Poin pembuka yang sangat fundamental dari Syaykh Al-Zaytun adalah redefinisi hubungan antara pendidik dan lulusan. Beliau menolak istilah "adik-adik" atau "anak-anak" bagi para wisudawan. Mengutip ajaran Ilahi dan tradisi Rasulullah SAW, beliau menegaskan:
"Saudara adalah barisan yang akan membangun Indonesia dengan ilmu dan kerja. Maka Saudara adalah saudara Syekh, bukan adik, tapi saudara. Nabi Muhammad dalam perjuangan tidak pernah mengatakan adik kepada yang membersamainya, melainkan Sahabat."
Pernyataan ini mengubah paradigma feodal dalam pendidikan menjadi paradigma egaliter yang berbasis pada kemitraan (partnership). Bagi Prodi HES, ini adalah sinyal bahwa lulusan Hukum Ekonomi Syariah harus siap berdiri sejajar dengan para praktisi hukum dan ekonom senior, bukan sebagai penonton, melainkan sebagai pemain utama dalam pembangunan ekonomi bangsa.
2. Revolusi Kurikulum: Dari STEAM Menjadi L-STEAM
Salah satu gagasan paling brilian dan orisinal yang disampaikan dalam orasi tersebut adalah kritik terhadap kurikulum global yang hanya berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, Mathematics). Menurut Syaykh, kurikulum tersebut kering dan tidak lengkap untuk konteks Indonesia. Beliau memperkenalkan konsep L-STEAM (Law, Science, Technology, Engineering, Art, Mathematics, and Spiritual).
"Kurikulum hari ini tertinggal jauh. Hanya kenal STEAM, tidak kenal Pancasila. Maka harus ada L (Law/Hukum) dan S (Spiritual). Hukum harus diajarkan dari tingkat kanak-kanak, bukan hanya di Fakultas Hukum," tegas beliau.
Relevansi dengan Prodi HES: Gagasan L-STEAM ini menempatkan Prodi HES pada posisi sentral.
Aspek Law (Hukum): Syaykh mengkritik rendahnya kesadaran hukum masyarakat karena pendidikan hukum yang eksklusif. Prodi HES memiliki mandat untuk membumikan hukum (khususnya hukum ekonomi Islam) agar menjadi living law yang dipahami sejak dini, bukan sekadar teks hafalan.
Aspek Spiritual: Syaykh menekankan bahwa spiritualitas (Pancasila dan nilai Ketuhanan) adalah fondasi. Dalam ekonomi syariah, ini diterjemahkan sebagai integritas moral dalam berbisnis, menjauhkan diri dari praktik curang, dan menjadikan ekonomi sebagai jalan ibadah.
3. Kemandirian Pangan: Indonesia sebagai Lumbung Dunia
Visi ekonomi yang disampaikan Syaykh sangat konkret. Beliau memproyeksikan populasi Indonesia pada tahun 2045 akan mencapai 350 juta jiwa. Tantangan utamanya adalah pangan. Beliau menolak narasi pesimis dan menegaskan bahwa Indonesia mampu menjadi lumbung pangan dunia (global food basket).
"Indonesia cukup dengan 24 juta hektar lahan pertanian presisi, bisa memberi makan 2 miliar manusia dunia. Kita harus ekspor pangan, bukan impor," ujar beliau dengan penuh optimisme.
Beliau juga mengkritik kebijakan impor yang merugikan dan menekankan pentingnya modernisasi alat pertanian serta pengelolaan air yang mandiri.
Perspektif HES: Visi kedaulatan pangan ini membuka ruang kajian Fiqh Muamalah yang luas bagi Prodi HES.
- Akad Pertanian Modern: Bagaimana merumuskan akad kerjasama (muzara'ah/mukhabarah) yang adil dalam skala industri pertanian modern?
- Regulasi Ekspor-Impor: Mahasiswa HES harus memahami hukum perdagangan internasional untuk melindungi kepentingan petani lokal dalam kerangka Siyasah Maliyah.
4. Konektivitas Nusantara dan Kemandirian Energi
Syaykh Al-Zaytun juga menyoroti pentingnya infrastruktur yang menyatukan, bukan memisahkan. Beliau menggagas pembangunan rel kereta api di seluruh pulau besar (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua) dan koneksi antar-pulau menggunakan "Tol Laut" yang sesungguhnya—kapal-kapal pengangkut kereta api yang menghubungkan rel dari satu pulau ke pulau lain.
Selain itu, beliau menekankan pentingnya energi nuklir untuk tujuan damai (nuclear for peace) sebagai solusi energi bersih dan murah, yang akan menopang industrialisasi nasional.
5. Nasionalisme Spiritual: Indonesia Tanah Suci
Poin yang menggetarkan jiwa adalah penegasan Syaykh tentang nasionalisme. Beliau mengajak seluruh sivitas akademika untuk menyanyikan Indonesia Raya tiga stanza dan meresapi maknanya.
"Indonesia tanah yang suci, tanah kita yang sakti. Jangan lari ke tanah suci orang lain sementara tanah sucinya sendiri tidak dibangun," sindir beliau dengan halus namun tajam.
Bagi Syaykh, mencintai Indonesia, membayar pajak dengan taat, dan membangun negerinya adalah manifestasi dari keimanan (Spiritual dalam L-STEAM). Beliau mencontohkan bagaimana Al-Zaytun tetap taat membayar pajak meskipun dalam kondisi sulit, sebagai bentuk pengamalan Pancasila dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Refleksi bagi Prodi Hukum Ekonomi Syariah (HES)
Orasi Grand Chancellor ini memberikan "pekerjaan rumah" sekaligus peluang besar bagi Prodi HES IAI AL-AZIS:
Penguatan Kurikulum L-STEAM: Prodi HES harus memastikan bahwa mahasiswa tidak hanya belajar kitab kuning, tetapi juga melek teknologi (Tech & Engineering) dan sains, agar mampu menjawab tantangan ekonomi digital dan industri halal global.
Pencetak "Lawyer" Berkarakter: Sesuai visi L-STEAM, lulusan HES harus menjadi penegak hukum yang memiliki spiritual quotient tinggi. Mereka adalah garda terdepan dalam memastikan keadilan ekonomi.
Riset Hukum yang Solutif: Skripsi dan penelitian dosen HES harus diarahkan untuk mendukung visi Indonesia 2045, seperti regulasi energi terbarukan syariah, hukum agraria untuk ketahanan pangan, dan perlindungan konsumen di era AI.
Orasi Syaykh Al-Zaytun pada Wisuda ke-6 ini bukan sekadar pidato penutup tahun, melainkan sebuah manifesto kebangkitan. Bagi segenap sivitas akademika Prodi HES, ini adalah perintah harian untuk terus belajar, berinovasi, dan berkarya demi mewujudkan Indonesia yang Gemah Ripah Loh Jinawi dalam bingkai keridhoan Ilahi.
Selamat kepada para wisudawan. Selamat menjadi saudara seperjuangan dalam membangun peradaban!



0 Komentar